TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pemilu, Harminus Koto, memberikan daftar berisi lima potensi masalah dalam pemilihan umum atau Pemilu 2019. Masalah yang pertama adalah daftar pemilih yang belum selesai.
"KPU meski telah menetapkan DPT (daftar pemilih tetap) hasil perubahan kedua pada 18 Desember 2018, namun sampai saat ini masih terus terjadi perubahan daftar pemilih, khususnya untuk pemilih tambahan (DPTb) sampai Maret nanti," kata Harminus di Nanami Ramen, Jakarta, Sabtu, 23 Februari 2019.
Mantan Ketua Bawaslu Jawa Barat itu menuturkan, daftar pemilih yang tak kunjung selesai akan berdampak pada jumlah tempat pemungutan suara (TPS), keperluan logistik pemilu, penambahan personil (KPPS, pengawas TPS, dan saksi peserta pemilu), dan perubahan jadwal pendaftara pemilih tambahan.
Catatan kedua, Harminus menyoroti aturan jadwal kampanye rapat umum, media cetak, media elektronik, dan media jaringan lainnya yang hingga kini tidak dikeluarkan jadwalnya oleh KPU secara terperinci. Padahal, jadwal tersebut dibutuhkan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan dugaan kampanye di luar jadwal yang masuk ranah pidana.
Poin ketiga adalah pengaturan pemberian uang transportasi bagi peserta kampanye oleh peserta pemilu (pelaksana atau tim kampanye) yang tidak diatur standar biayanya.
Poin keempat, Harminus menyinggung proses rekrutmen kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) dan pengawas TPS. JIka merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017, pengawas TPS minimal berusia 25 tahun dan pendidikan minimal SMA. Harminus menilai aturan itu akan sulit dipenuhi. "Karena tidak semua daerah sumber daya manusianya tersedia. Apalagi saat ini parpol juga sedang mencari saksi untuk di TPS," kata dia.
Terakhir, Harminus menilai adanya keterlambatan penerbitan regulasi turunan undang-undang untuk tahapan pungut hitung, misalnya PKPU Tungsura (pemungutan dan penghitungan suara), pedoman pelatihan saksi dan pengawas TPS.
Harminus sangsi bahwa PKPU Tungsura setebal 500 halaman dapat terbaca oleh KPPS. Selain itu, ia juga mempertanyakan kesiapan Bawaslu dengan metode pelatihan saksi. "Kapan akan dilaksanakan? Sementara yang mau dilatih itu jumlah partai dikali dengan jumlah TPS," ujarnya