TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Teknis dan Hubungan Masyarakat Komisi Pemilihan Umum, Nur Syarifah, mengatakan pemilih penyandang disabilitas dapat menggunakan pendamping dari Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) saat hendak mencoblos surat suara 17 April 2019. Ia berujar ada dua kategori pendamping pemilih penyandang disabilitas.
Baca: KPU Sosialisasikan Pemungutan Suara Untuk Penyandang Disabilitas
Baca Juga:
"Ada dua kategori, kalau pendampingnya hanya mengantarkan ke bilik surat suara, kemudian pemilihnya nyoblos sendiri, itu diperkenankan. Tetapi ada (juga) yang dicobloskan, terutama untuk tunanetra," kata Nur pada wartawan di gedung Aneka Bakti, Kementerian Sosial, Jakarta, Kamis, 14 Februari 2019.
Pendamping KPPS yang dapat mencobloskan surat suara pemilih penyandang disabilitas itu boleh dilakukan karena sebuah alasan. Alasannya, kata Nur, template surat suara braille hanya tersedia untuk surat suara pemilihan presiden dan surat suara pemilihan caleg DPD.
Setelah selesai mendampingi pemilih penyandang disabilitas, Nur menambahkan, sang pendamping wajib mengisi formulir pendampingan. Ia berujar formulir pendampingan ini harus diisi untuk memastikan bahwa sang pendamping mencoblos surat suara sesuai keinginan pemilih penyandang disabilitas. "Bahkan ada pidana kalau sampai pendamping membocorkan pilihan si disabilitas, ada pidananya. Jadi ada pernyataan," ujar Nur.
Baca: KPU Mendata Caleg yang Tak Mau Buka Informasi Diri di Pemilu 2019
Terkait dengan tak tersedianya versi braille di surat suara pemilihan caleg DPR RI, DPRD rovinsi dan kabupaten/Kota, Nur menuturkan hal itu dikarenakan persoalan anggaran. Ada 16 partai, DPR RI ada 80 dapil, DPRD provinsi 272, dan DPRD Kabupaten/Kota 2207. "Itu dikali TPS yang ada sekitar 809.500 TPS, maka menjadi besar sekali dari sisi anggaran," tutur Nur Syarifah.
Tapi persoalan anggaran tidak menghalangi hak dari pemilih disabilitas. "Makanya kemudian diberikan pendampingan, fasilitas pendampingan," kata Nur.