TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan aturan yang ada tentang Pemilu tidak bisa untuk menindak pelaku golput. "Bagi mereka yang memang sengaja tidak bersedia memilih atau golput memang tidak ada aturan atau undang-undang yang dapat menjeratnya," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman Abdul Karim Mustofa di Sleman, Sabtu, 26/1.
Menurut dia, munculnya gerakan golput akibat dari ketidakpuasan pemilih terhadap calon yang ada. "Logika publik ini sebenarnya tidak ada masalah, karena mau dan tidaknya publik memberikan suara dalam pemilu adalah hak setiap orang," kata Abdul karim.
Baca Juga:
Berita terkait: Buya Syafii dan Mahfud MD Sebut Golput Itu Merugikan
Ia mengatakan dalam logika hukum boleh tidaknya ajakan golput masih menjadi perdebatan. "Karena dalam nomenklatur golput itu tidak ada di dalam aturan pemilu," katanya.
Kharim mengatakan, dalam UU No 7/2017 tentang pemilu, pasal 515 isinya hampir menyangkut pada ajakan golput. Di sana disbeutkan setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
"Pasal ini masih perlu diperdebatkan, karena tidak langsung ditujukan pada pelaku golput,” kata Karim. Dengan demikian masih susah memasukkan mereka yang melakukan kampanye golput sebagai pidana pemilu menurut Pasal 515. “Solusinya ya persuasif saja," katanya.
ANTARA