TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan Oesman Sapta Odang alias Oso dalam daftar calon anggota Dewan Perwakilan Daerah di pemilu 2019. Meski demikian, Oso tetap harus mundur dari partai Hanura jika nantinya terpilih sebagai anggota DPD RI periode 2019-2024.
Baca: Bawaslu: KPU Harus Masukkan Oso ke Daftar Caleg DPD
"Memerintahkan kepada terlapor (KPU) untuk menetapkan Oesman Sapta sebagai calon terpilih pada Pemilihan Umum tahun 2019 apabila (Oso) mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik paling lambat satu hari sebelum penetapan calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Daerah," kata Ketua Bawaslu RI, Abhan, di kantor Bawaslu RI, Rabu, 9 Januari 2019.
Sebaliknya, Bawaslu juga memerintahkan kepada KPU untuk tidak menetapkan Oso sebagai calon terpilih apabila Oso tidak mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik paling lambat satu hari sebelum penetapan calon terpilih anggota dewan perwakilan daerah.
Sebelumnya, MK mengeluarkan putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD. Putusan ini diimplementasikan dalam Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD dan membuat Oso, yang telah masuk dalam tahapan pencalonan pemilu harus dicoret.
Baca: KPU Siap Menjalankan Apapun Putusan Bawaslu soal Oso
Oso kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terkait PKPU ini. MA lalu mengabulkan gugatan Oso dengan alasan PKPU ini bertentangan dengan Undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, MA menyebut KPU tak bisa menganggap putusan MK berlaku surut atau berlaku saat dikeluarkan ketika calon anggota DPD telah mengikuti tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2019.
Pengadilan Tata Usaha Negara juga memenangkan gugatan Oso beberapa waktu lalu. Pengadilan tersebut menyatakan keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap anggota DPD tertanggal 20 September 2018 batal. Majelis hakim beralasan putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu harus berlaku prosepektif atau tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku di pemilu selanjutnya.
RYAN DWIKY ANGGRIAWAN | SYAFIUL HADI