TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memutuskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pelanggaran administrasi soal pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai calon legislatif anggota DPD RI. Oleh karena itu, KPU wajib memasukkan Oso di dalam daftar calon tetap DPD RI untuk pemilu 2019.
Baca: KPU Siap Menjalankan Apapun Putusan Bawaslu soal Oso
"Menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu," demikian putusan itu dibacakan Ketua Bawaslu RI, Abhan, di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019.
Selain itu, Bawaslu memerintahkan KPU untuk melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut keputusan Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU-IX/2018 tanggal 20 September 2018 tentang penetapan daftar calon tetap perseorangan peserta pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah tahun 2019.
Bawaslu juga mengatakan keputusan itu harus dijalankan KPU paling lama tiga hari sejak putusan dibacakan.
Sebelumnya, MK mengeluarkan putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD. Putusan ini diimplementasikan dalam Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD dan membuat Oso, yang telah masuk dalam tahapan pencalonan pemilu harus dicoret.
Baca: Tersangka Hoax 7 Kontainer Surat Suara Dicokok, KPU: Biar Jera
Oso kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terkait PKPU ini. MA lalu mengabulkan gugatan Oso dengan alasan PKPU ini bertentangan dengan Undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, MA menyebut KPU tak bisa menganggap putusan MK berlaku surut atau berlaku saat dikeluarkan ketika calon anggota DPD telah mengikuti tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2019.
Pengadilan Tata Usaha Negara juga memenangkan gugatan Oso beberapa waktu lalu. Pengadilan tersebut menyatakan keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap anggota DPD tertanggal 20 September 2018 batal. Majelis hakim beralasan putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu harus berlaku prosepektif atau tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku di pemilu selanjutnya.
RYAN DWIKY ANGGRIAWAN | SYAFIUL HADI