TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuka ruang agar Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang alias Oso dapat masuk ke Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019. Dia menganggap Bawaslu memudahkan Oso mengajukan gugatan dugaan pelanggaran administrasi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca: Buntut Panjang Gugatan Oso, KPU dan Bawaslu Dinilai Kecolongan
"Bawaslu membuka ruang agar pihak Oso bisa melayangkan gugatan sengketa administrasi dengan cara korespondensi surat menyurat dengan pihak Oso" kata Feri di kawasan Menteng, Jakarta, Ahad, 30 Desember 2018.
Korsepondensi yang dimaksudkan oleh Feri ialah adanya surat Bawaslu RI Nomor 0792/K.Bawaslu/HK.08/XII/2018. Isinya, Bawaslu menyatakan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN bersifat final. Dengan surat itu OSO kembali mengajukan gugatan dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh KPU.
Putusan PTUN menyebut KPU harus memasukkan nama Oso ke dalam Daftar Calon Tetap anggota DPD pemilu 2019. Namun, KPU tetap meminta Oso mengundurkan diri agar dapat masuk ke DCT. Hal itu berlandaskan putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang caleg DPD dari pengurus partai.
Menurut Feri, sebelumnya Bawaslu telah memutuskan bahwa sikap KPU tak memasukkan nama Oso di DCT sudah tepat. Namun, dia mempertanyakan kenapa kemudian Bawaslu menerima kembali gugatan Oso ini.
Selain itu, Feri mengatakan dalam putusan Bawaslu tanggal 11 Oktober 2018, lembaga itu menyebut tak ada upaya hukum lain setelan keputusan ditetapkan. "Bawaslu jelas bahwa putusan MK itu final dan mengikat tidak ada upaya hukum lain. Nah Bawaslu yang membuka upaya hukum lain," katanya.
Simak: Bawaslu Lanjutkan Laporan Oso atas KPU ke Sidang Pemeriksaan
Feri menilai seharusnya Bawaslu menolak laporan Oso dengan dasar tak adanya upaya hukum lain. Dengan terimanya putusan itu, kata dia, Bawaslu malah membuka ruang untuk Oso. "Sedari awal harusnya ini sudah ditolak," kata dia.