3. Larangan Pengurus Partai Jadi Calon Anggota DPD
KPU mengeluarkan aturan tentang larangan pengurus partai menjadi calon anggota DPD dalam PKPU Nomor 26 Tahun 2018. Pengurus partai yang ingin namanya tetap masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) pemilu 2019 wajib mengundurkan diri. PKPU itu ditetapkan KPU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus partai jadi caleg DPD.
Keputusan KPU ini membuat Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau Oso dicoret dalam penetapan DCT beberapa waktu lalu. Oso mendaftarkan diri menjadi calon anggota DPD untuk perwakilan Kalimantan Barat. Oso yang tak mau mengundurkan diri dari jabatannya di Hanura bersikukuh ingin tetap menjadi calon anggota DPD kembali.
Atas pencoretan namanya, Oso mengadukan KPU ke Bawaslu. Kuasa hukum Oso, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan KPU tak seharusnya mencoret nama kliennya. Sebab, kata dia, keputusan MK yang melarang pengurus partai menjadi caleg DPD keluar saat proses penetapan Daftar Calon Sementara (DSC) berlangsung. "Putusan yang keluar setelah waktu pendaftaran caleg selesai itu seharusnya berlaku pada pemilu selanjutnya," kata dia.
Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) memberikan keterangan pers seusai Rapat Pleno Konsolidasi di Hotel Bidakara, Jakarta, 4 Mei 2017. TEMPO/ALBERT/MAGANG
Keputusan MK memang keluar pada saat proses penetapan DCS berlangsung pada akhir Juli lalu. Keputusan MK itu mengacu pada Pasal 22D UUD 1945 yang mana anggota DPD merupakan representasi daerah, sedangkan partai politik telah memiliki representasi di DPR. Jika ada pengurus partai yang menjadi anggota DPD, maka ia akan menjadi representasi daerah sekaligus partai politik.
Bawaslu kemudian memutuskan langkah KPU mencoret nama Oso dalam DCT sudah tepat. Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo menilai tak ada pelanggaran yang dilakukan KPU terkait mekanisme dan prosedur keputusan pencoretan nama Oso. "Apa yang dilakukan KPU sudah benar," kata dia.
Baca: Bawaslu Lanjutkan Laporan Oso atas KPU ke Sidang Pemeriksaan
Kandas di Bawaslu, Oso kemudian kembali mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Gugatan yang kemudian diputuskan pada 25 Oktober 2018 itu memenangkan Oso. MA menyatakan PKPU tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu anggota DPD tak dapat digunakan. Sebab, Pasal 60 A dalam PKPU ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat 1 huruf I UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Namun KPU menolak untuk langsung menjalankan putusan MA itu. Alasannya, KPU menetapkan PKPU larangan pengurus partai menjadi anggota DPD juga berdasarkan putusan MK.
Belum lama putusan MA keluar, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga memenangkan gugatan Oso. Pengadilan tersebut menyatakan keputusan KPU tentang penetapan DCT anggota DPD tertanggal 20 September 2018 batal. Majelis hakim beralasan putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu harus berlaku prosepektif atau tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku di pemilu selanjutnya.
Yusril mengatakan dengan keluarnya putusan PTUN, KPU tak punya pilihan selain memasukkan nama Oso di DCT. Menurut dia, PTUN dalam putusannya sudah jelas meminta nama Oso dicantumkan dalam DCT. KPU pun kukuh tak memasukka nama Oso.
Arief mengatakan lembaganya harus mempertimbangkan tiga putusan hukum yang ada. Setelah melalui rapat panjang dan konsultasi dengan beberapa pakar hukum tata negara, KPU tetap memutuskan Oso tetap harus mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin masuk DCT.
KPU sempat memberikan Oso waktu untuk mengirim surat pengunduran diri dari Hanura hingga 21 Desember lalu. Namun, Ketua DPD itu tak juga mengirimkan surat tersebut yang menjadi syarat agar namanya masuk dalam DCT Pemilu 2019. Oso kemudian kembali melaporkan KPU ke Bawaslu soal pelanggaran administrasi karena tak menjalankan putusan PTUN.
DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | ARKHELAUS WISNU | VINDRY FLORENTIN | AHMAD FAIZ | CAESAR AKBAR | ROSSENO AJI