TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Oesman Sapta Odang (Oso), Yusril Ihza Mahendra mengatakan Komisi Pemilihan Umum harus memasukkan nama kliennya dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019. Menurut Yusril, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam putusannya jelas meminta nama Oso dicantumkan dalam DCT.
"KPU sebenarnya sudah tidak punya pilihan kecuali melaksanakan putusan PTUN," ujar Yusril dalam pesan teks kepada Tempo, Kamis, 22 November 2018.
Baca: Putusan MA soal Oso Dianggap Membahayakan ...
Yusril menilai seharusnya KPU hanya tinggal melaksanakan putusan PTUN tentang pencalonan Oso. Sebab, kata dia, putusan PTUN soal ini bersifat imperatif dan jelas. "KPU bukan lembaga politik, tetapi lembaga negara yang harus bersifat netral dalam melaksanakan tugas."
KPU mencoret nama Oso dari DCT atas dasar terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD dan diimplementasikan dalam Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018.
Oso kemudian menggugat putusan itu ke PTUN. PTUN memenangkan gugatan Oso dan menyatakan keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap anggota DPD tertanggal 20 September 2018 batal. Majelis hakim PTUN menganggap putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku pada pemilu selanjutnya.
Baca: KPU Segera Sikapi Putusan MA dan PTUN Soal ...
Menurut Yusril, KPU tak perlu lagi mempertentangkan putusan MK dan PTUN. Dia menilai, semua putusan itu termasuk putusan Mahkamah Agung yang menyatakan putusan MK tak berlaku surut ini sudah jelas dan terang. "Sekarang masalahnya bukan Oso bisa atau mau, tetapi apa KPU mau atau tidak mematuhi putusan PTUN."
Yusril juga mengatakan tak akan segan-segan memidanakan semua anggota KPU jika tak memasukkan nama Oso dalam DCT. "Karena pejabat yang menghilangkan hak orang lain yang telah diputuskan pengadilan adalah kejahatan." Adapun, KPU menilai harus mendiskusikan hasil putusan PTUN dan MA dengan MK. KPU tidak mau salah langkah dan melanggar konstitusi dengan mengabaikan putusan MK.