TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan nomor urut 02 Prabowo - Sandiaga terancam mendapat dukungan semu dari partai politik pengusungnya. Alasannya, kata pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, partai pengusung cenderung mengamankan suara mereka sendiri dalam pemilu legislatif.
"Dukungan politik ke pasangan ini (Prabowo Subianto - Sandiaga Uno) berpotensi dihantui oleh dukungan semu alias basa-basi politik saja," kata Umam pada satu diskusi politik di Jakarta, Kamis, 1 November 2018.
Baca: Sepupu Gus Dur Jadi Juru Bicara Prabowo - Sandiaga
Menurut Umam, partai-partai di luar Partai Gerindra cukup sadar bahwa mereka tidak akan mendapat coat tail effect dari pasangan Prabowo - Sandi dalam pemilu legislatif. Pasalnya, kata Umam, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden ini sama-sama berasal dari Gerindra.
Dengan demikian, kata Umam, partai pengusung di luar Gerindra akan cenderung mengamankan suara mereka sendiri ketimbang harus ikut berkeringat di laga Pilpres 2019.
"Di lapangan, para caleg tidak akan mengambil risiko besar untuk berhadapan dengan basis massa mereka yang cenderung mendukung pasangan Jokowi - Ma'ruf," kata Umam, doktor bisang politik lulusan School of Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia, itu.
Potensi fenomena split ticket voting atau pembelahan suara untuk pemilu legislatif dan pemilu presiden, kata Umam, bakal lebih besar terjadi di kubu Prabowo - Sandi ketimbang di kubu Jokowi - Ma'ruf.
"Ini mungkin salah satu hal yang tidak diantisipasi oleh Prabowo dan Partai Gerindra ketika dulu menentukan komposisi capres-cawapres," kata Umam yang juga peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI). Namun, Umam menambahkan, Prabowo - Sandi yang jadi satu paket capres-cawapres sangat menguntungkan Gerindra dalam pemilu legislatif.
Persoalan lain yang dihadapi Prabowo - Sandi, menurut Umam, sebagai penantang inkumben mereka belum menemukan formula politik yang ampuh untuk mendelegitimasi kredibilitas politik pemerintahan Joko Widodo.
Tim Prabowo - Sandiaga belum mampu mengoptimalkan kemampuan analisa kritisnya untuk menemukan titik-titik lemah kebijakan Jokowi selama menjadi Presiden. "Belum ada argumentasi genuine dan memadai yang bisa dioptimalkan untuk memobilisasi opini publik guna mengoreksi kebijakan pemerintahan saat ini," kata Umam.
Ada Turbulensi Politik