TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan pemilihan umum dan pemilihan presiden yang dilaksanakan serentak pada 2019 merupakan kontestasi politik paling rumit di dunia.
"Tidak ada pemilu di dunia yang sekali mencoblos lima kali," kata Airlangga saat menghadiri acara Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) di Hotel Century, Senayan, Jakarta, Sabtu, 29 September 2018.
Baca: Partai Golkar Manfaatkan Tokoh Politik di Pemilu 2019?
Dalam bilik suara, kata Airlangga, para pemilih akan dihadapkan dengan setidaknya 400 variabel berbeda. Ratusan variabel itu menaungi opsi presiden, DPD, DPR dan calon legislatif tingkat kota/kabupaten serta provinsi.
Pilihan yang banyak dan rumit ini, kata Airlangga, hanya bisa dibaca jeli oleh orang-orang jenius. Maka, menurut dia, Golkar harus memiliki strategi dan trik khusus agar para kadernya dipilih oleh daftar pemilih tetap.
Airlanggga pun mengungkapkan strateginya, baik di tingkat nasional maupun daerah. Ia bercerita bahwa Golkar harus berkampanye menggaungkan nama partai. Selain itu, ia meminta kadernya memaksimalkan kampanye melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.
Baca: SOKSI Sebut Partai Golkar Sedang Diteror dan Diintimidasi
Menurut Airlanggga, media sosial adalah wadah strategis untuk mempublikasikan kegiatan kampanye para kader. Sejalan dengan Airlangga, kader Partai Golkar yang juga Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta para caleg ini memaksimalkan media sosial untuk menambah pengetahuan, meningkatkan kepercayaan diri dan memperluas jaringan.
Meski begitu, kedua elite Golkar ini mengimbau para kader untuk mawas diri dengan serangan udara. Sebab, menurut Bambang, sejak mendeklarasikan dukungan untuk inkumben pada rapat pimpinan nasional 2016, ia mengatakan partainya mengalami banyak tikaman politik, khususnya secara maya.
Wakil Ketua Umum Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Ahmadi Noor Supit sebelumnya juga mengatakan Partai Golkar sedang mendapat teror dan intimidasi kuat bertubi-tubi. Bahkan mereka diramal kalah dari rival partainya, seperti Partai Gerindra.