TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga survei PolMark Indonesia menyatakan politik uang bukan penentu utama pemenangan pemilihan umum. Strategi itu dinilai tak efektif meraup suara. "Belakangan terlihat tren bahwa tingkat efektivitas politik uang semakin menurun di berbagai daerah," kata CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah di Veranda Hotel, Jakarta, Selasa, 18 September 2018.
Olahan data dari 142 survei PolMark Research Center - PolMark Indonesia di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota dalam rentang waktu 6 Februari 2012 hingga 11 Juni 2018 menunjukkan kecenderungan terbatasnya efektivitas politik uang.
Baca: Jaksa Agung Sebut Politik Uang Sulit Dibuktikan
Survei itu terdiri atas 3 survei nasional, 57 survei provinsi, 24 survei kota, dan 58 survei kabupaten. Jumlah responden yang terlibat dalam laporan ini mencapai 123.330 orang. Jumlah responden masing-masing survei di tingkat nasional 2.600 orang dengan margin of error 2 persen dan 2.250 orang dengan margin of error 2,1 persen.
Di tingkat provinsi, jumlah responden 1.200 orang dengan margin of error 2,9 persen. Sedangkan jumlah responden masing-masing survei kabupaten dan kota adalah 1.200 orang dengan margin of error 2,9 persen, 880 orang dengan margin of error 3,4 persen, dan 440 orang dengan margin of error 4,8 persen.
Baca: Menteri Tjahjo: Politik Uang di Pilkada 2018 Racun bagi ...
Dari semua data yang terkumpul, mayoritas pemilih menyatakan politik uang tidak bisa dibenarkan. Tren itu terus meningkat dalam waktu enam tahun. Sedangkan jumlah pemilih yang menolak pemberian uang serta pemilih yang menerima uang tapi tidak memilih calon pemberi uang sangat mendominasi dibandingkan dengan pemilih yang menerima uang dan memilih kandidat pemberi uang.
Eep mencontohkan, data survei nasional yang diambil pada 15 November-5 Desember 2012, 9-30 September 2017, dan 13-25 November 2017. Jumlah responden yang menerima uang dan memilih kandidat pemberi uang itu terbilang rendah dan menunjukkan tren penurunan. Angkanya masing-masing 15 persen, 9,7 persen, dan 8,8 persen.
Simak: Tjahjo Kumolo: Pilkada 2018 Dekat Lebaran, Rentan Politik Uang ...
Jumlah responden yang menolak pemberian uang serta responden yang menerima uang tapi tidak memilih calon pemberi uang tampak lebih banyak dan menunjukkan kenaikan. Diurutkan sesuai dengan periode survei, jumlahnya masing-masing 70,7 persen, 78,8 persen, dan 79 persen.
Jika dibedah per daerah, PolMark menemukan pola yang sama. Responden cenderung menilai politik uang tak efektif mengubah dukungannya kepada pemberi uang.