TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menawarkan solusi atas pro dan kontra yang muncul akibat keputusan Bawaslu yang meloloskan mantan napi korupsi menjadi calon legislatif atau caleg.
Ia menyarankan agar partai politik seharusnya menarik para caleg eks napi korupsi itu. "Kalau partainya narik caleg-nya, itu kan selesai. Kayak di PPP, kami ada temuan enam caleg DPRD dan kemudian kami perintahkan menarik saja caleg-caleg tersebut, semua selesai," kata dia saat ditemui Tempo di Posko Cemara, Jakarta pada Senin, 3 September 2018.
Baca: Dukung Peraturan KPU, PKS Bakal Coret Bacaleg Eks Koruptor
Menurut Arsul, setiap partai telah memiliki pakta integritas, yang juga nanti memiliki efek ekor jas untuk elektabilitas partai. "Karena sejak awal, keputusan ini memang menjadi dilema. Kalau semua patuh kepada pakta integritas, kan tidak timbul ketegangan antara KPU dan Bawaslu," ujar anggota Komisi Hukum DPR itu.
Hingga saat ini, Bawaslu di sejumlah daerah setidaknya telah meloloskan 12 bakal caleg eks koruptor yang mengajukan sengketa. Kedua belas caleg itu, di antaranya Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Gerindra DKI Jakarta M Taufik; bacaleg Partai Hanura yang akan maju dari Rembang M Nur Hasan; bacaleg Pare-pare dari Partai Perindo Ramadan Umasangaji; bacaleg Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Joni Kornelius Tondok yang akan maju di Tana Toraja.
Baca: Loloskan Caleg Eks Napi Korupsi, Bawaslu Dilaporkan ke DKPP
Sementara itu, KPU berkukuh tak akan meloloskan eks napi koruptor menjadi bakal caleg. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan lembaganya akan berpegang pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
PKPU tersebut, kata Arief, jelas mengatur agar partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi sebagai bakal caleg. "Kalau masih didaftarkan kami akan menyatakan statusnya tidak memenuhi syarat," kata Arief di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 September 2018.
Baca: Hanura Pertanyakan Alasan Bawaslu Loloskan Caleg Eks Napi Korupsi
Sejak awal, KPU dan Bawaslu memang berbeda pendapat soal PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang larangan eks napi koruptor jadi caleg. Sejumlah pihak juga sempat mengkritik langkah KPU yang mengeluarkan peraturan larangan eks napi koruptor jadi caleg tersebut.
Perdebatan itu berujung pada kesepakatan pimpinan empat lembaga negara yakni, Bawaslu, KPU, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak mendaftar menjadi caleg di semua tingkatan melalui partai politik-nya masing-masing. Namun sambil menunggu verifikasi, caleg bisa melakukan uji materi di Mahkamah Agung.