TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan keputusan Bawaslu yang mengabulkan permohonan sengketa pencalonan mantan napi korupsi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca: Caleg Eks Koruptor Lolos, Bawaslu Dinilai Rusak Kualitas Pemilu
"Keputusan ini tidak hanya melukai impian kami mempunyai legislatif yang lebih bersih tetapi juga membuat kami bertanya-tanya. Ada apa dengan Bawaslu?," ujar Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Almas Sjafrina saat dihubungi Tempo pada Jumat, 31 Agustus 2018.
Sejak awal, KPU dan Bawaslu memang berbeda pendapat soal Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang larangan eks napi korupsi jadi caleg. Sejumlah pihak juga mengkritik langkah KPU yang mengeluarkan peraturan larangan eks napi koruptor jadi caleg tersebut.
Baca: KPU Minta Bawaslu Koreksi Putusan Loloskan Caleg Eks Koruptor
Perdebatan itu berujung pada kesepakatan pimpinan empat lembaga negara yakni, Bawaslu, KPU, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak mendaftar menjadi calon legislatif di semua tingkatan melalui partai politik-nya masing-masing. Namun, sambil menunggu verifikasi, caleg bisa melakukan uji materi di Mahkamah Agung.
Menurut Almas, Bawaslu harus mengacu kepada PKPU dan kesepakatan tersebut. "Bawaslu seharusnya tidak potong kompas dan menarik simpulan sendiri. Sebab, koreksi atas PKPU bukan ranah dan wewenang Bawaslu," ujar Almas. "Sedangkan, hingga saat ini, belum ada putusan MA yang menyebutkan Peraturan KPU bertentangan dengan undang-undang."