Alasan Bawaslu untuk Sementara Laporkan Pelanggaran Kepala Desa di Pilkada ke Kemendagri
Reporter
Antara
Editor
Sapto Yunus
Rabu, 31 Juli 2024 22:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengatakan pihaknya untuk sementara melaporkan setiap pelanggaran Pilkada 2024 oleh kepala desa ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Alasannya, Bawaslu belum memiliki kewenangan menindak, sementara sudah muncul laporan dan informasi soal pelanggaran netralitas di daerah.
"Kami menindak pada saat sudah ada calon kepala daerah, sekarang ke Kemendagri, kami akan memberikan rekomendasi kepada Mendagri," kata Bagja usai Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara di Kabupaten Badung, Bali, Selasa, 30 Juli 2024.
Dia menuturkan saat ini belum ada sanksi yang dapat diberikan. Sementara itu, belum lama ini Bawaslu menemukan video salah seorang kepala desa di luar Bali dan Nusa Tenggara melakukan orasi dukungan terhadap pasangan calon kepala daerah tertentu.
"Belum ada pasangan calon, tetapi satu orang ini yang kemungkinan akan maju, nah itu jadi permasalahan, apalagi kalau deklarasi di kantor kepala desa atau kantor camat tidak boleh," ujarnya.
Bagja mengingatkan kepada kepala desa harus ingat kedudukan mereka agar tidak menggunakan kewenangannya untuk mendukung calon kepala daerah tertentu. Dia mengakui angka pelanggaran di Pilkada Serentak 2024 akan meningkat karena Pilkada 2020 hanya dilaksanakan di 170 daerah, sedangkan saat ini di 545 daerah.
Dari catatannya pada 2020 ditemukan pelanggaran maupun laporan yang masuk sebanyak 5.334 kejadian, 182 di antaranya adalah tindak pidana oleh kepala desa yang melakukan tindakan menguntungkan salah satu pasangan calon tertentu.
Bawaslu juga menyinggung soal netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) karena pada Pilkada 2020 terdapat 1.020 pelanggaran netralitas ASN.
"Teman-teman kepala daerah harus mengingatkan ASN-nya untuk tidak melakukan dukungan politik di media sosial. Kebanyakan para ASN lupa, seringnya ketika ada yang mencalonkan diri, dia komentar, menyukai, lalu membagikan," tuturnya.
Selanjutnya, Bawaslu menilai situasi Pilkada 2024 lebih rawan dari pemilu…
<!--more-->
Dalam kesempatan itu, Bagja juga mengatakan situasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 akan lebih rawan daripada kondisi pemilu presiden atau pemilu anggota legislatif lalu.
“Lebih rawan, tren di pilkada lebih rawan, sebab hampir semua tempat kerusuhan itu di pilkada, di pemilu ada satu atau dua kasus tapi di pilkada banyak,” kata Bagja.
Menurut dia, kondisi ini terjadi karena pemilih dan peserta atau calon kepala daerah memiliki kedekatan yang lebih, bahkan diwarnai unsur kekeluargaan dalam kompetisi.
Bawaslu kemudian memetakan tingkat kerawanan dalam setiap pemilihan ke dalam indeks kerawanan pemilu (IKP) yang dibagi dalam empat dimensi. Dari empat dimensi tersebut, menurut Bagja, yang akan meningkat adalah dimensi kontestasi dan sosial politik.
“Empat dimensi yang kami petakan konteks sosial politik, penyelenggara pemilu, kontestasi, dan partisipasi, di mana dimensi kontestasi pasti terjadi permasalahan, pasti konteks sosial politik juga meningkat saat pilkada,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, hal penting seperti anggaran harus tersedia saat tahapan pencalonan, karena situasi rawan mulai muncul saat itu.
“Sudah diingatkan saat pencalonan kenapa harus anggaran itu ada, karena saat itu ada pengerahan massa, teman-teman yang mengawasi harus ada anggarannya,” kata dia.
Pilihan editor: Reaksi PKB atas Tudingan Pembentukan Pansus Haji DPR karena Alasan Pribadi