TEMPO.CO, Jakarta - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan kepribadian grandiose dalam diri seseorang yang ambisius tak bisa disembuhkan. Kepribadian tersebut berciri-ciri suka memberikan penilaian berlebihan atas diri sendiri, suka pamer kekuasaan, dan memiliki hasrat kuasa superioritas yang akut atau disebut pula megalomania.
"Bila sudah tertanam dari dirinya sejak kecil. Tak akan bisa berubah," kata Hamdi saat dihubungi, Kamis, 24 Juli 2014. Rumah mewah dan luas dari seseorang itu, bisa menjadi tolok ukur untuk menilai kepribadian orang megalomania. "Kayak baron di Eropa."
Musababnya, kata dia, sedari kecil seorang megalomania, sudah dibentuk karakternya sebagai pemimpin. Sehingga, kata Hamdi, orang megalomania itu tak bisa menerima kekalahan.
Selain tak bisa menerima kekalahan, Hamdi menilai, orang megalomania itu suka mengalihkan permasalahan dan menganggap kesalahan berasal dari luar dirinya.
Menurut Hamdi, kepribadian semacam itu seperti mengingkari dunia. "Seseorang curang, tapi meneriaki lainnya justru yang berbuat curang." Hamdi menyatakan tak kaget melihat sikap orang megalomania yang selalu mencitrakan diri sebagai orang yang dizalimi.
Lantaran tak bisa menerima kekalahan, orang megalomania akan mencari kompensasi kegagalannya pada masa lalu dengan mengincar jabatan yang lebih tinggi.
Hamdi menilai, secara keseluruhan, orang megalomania tak cocok dengan kepemimpinan yang kini dibutuhkan. "Nanti bisa kontraproduktif."
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Terpopuler
Pakar TI: Tidak Ada Hacker yang Gelembungkan Suara
Remaja Salatiga Ungguli Insinyur Oxford Bikin Jet Engine Bracket
Pulang Berlibur, Hotasi Nababan Dieksekusi
Ahok Lebih Pilih Dian Sastro Jadi Wagub