TEMPO.CO, Jakarta - Wartawan senior Tempo, Toriq Hadad, menyayangkan kubu calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang tak mengeluarkan pernyataan apa pun mengenai munculnya tabloid propaganda Obor Rakyat.
Menurut dia, kalau Prabowo-Hatta punya penghormatan atas kerja jurnalistik, mereka semestinya menanggapi peredaran Obor Rakyat yang menjadi persoalan belakangan ini. "Itu, menurut saya, hal yang harus dicatat, bahwa cara-cara ini (penyebaran Obor Rakyat) enggak benar," ujar Toriq pada Sabtu, 21 Juni 2014, menanggapi 20 tahun pemberedelan majalah Tempo.
Thoriq menilai peringatan 20 tahun pemberedelan Tempo--serta tabloid Detik dan majalah Editor--untuk mengingatkan bahwa konstitusi tak boleh dilanggar. Harapan Toriq, siapa pun presiden yang terpilih mutlak harus menghormati konstitusi, karena pemberedelan pers merupakan pelanggaran yang paling gamblang dari konstitusi. "Kebebasan bersuara harus dijamin, tanpa kecuali," tuturnya. (Baca: Obor Rakyat Tak Masuk Kategori Media Independen)
Menurut Toriq, Prabowo merupakan bagian dari pemerintahan Soeharto, yang pada 21 Juni 1994 memberedel Tempo, Detik, dan Editor. Prabowo, Toriq meneruskan, merupakan bagian dari sistem yang secara sistematis memberangus pers saat itu. Terlebih, upaya Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo, untuk membeli Tempo dan menempatkan orang-orang pilihannya di redaksi sebagai syarat penerbitan kembali Tempo pada 1994 merupakan pola pikir lama. "Itu mindset Orde Baru dalam melihat pers."
Tepat 20 tahun lalu, Tempo, bersama Detik dan Editor, diberedel rezim Orde Baru pimpinan Soeharto melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo dinilai terlalu keras mengkritik Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal-kapal bekas dari Jerman Timur.
Pemberedelan 21 Juni 1994 itu merupakan yang kedua setelah pada 1982 Tempo diberedel karena dianggap terlalu keras mengkritik Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar, saat Pemilu 1982. Namun Tempo akhirnya terbit lagi pada 12 Oktober 1998, setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998. Sedangkan Detik dan Editor tak pernah terbit lagi.
KHAIRUL ANAM
Berita Terpopuler:
BPK Temukan Potensi Kerugian DKI Rp 1,54 Triliun
Alasan Komunitas Alumni ITB Dukung Jokowi
Temuan BPK, Ahok: Ada Pencairan ke Rekening Pejabat
Tepis Tudingan Wiranto, Kubu Prabowo Buka Dokumen