TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golongan Karya dikritik karena mengusung nama mantan penguasa Orde Baru, Soeharto, dalam kampanye Aburizal Bakrie. Selain dinilai tidak kreatif, pengamat menyebut langkah Golkar sebagai strategi putus asa. (Baca: Aburizal Jualan Soeharto dan Orde Baru di Kampanye)
"Golkar sudah kehilangan prestasi dan mereka memang tidak punya prestasi, maka butuh sesuatu yang bisa dijual. Apalagi mereka tidak punya figur," kata Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, saat dihubungi, Selasa, 18 Maret 2014.
Pemilihan simbol Soeharto, kata Haris, juga kontroversial karena sosok yang pernah berkuasa selama 32 tahun di Tanah Air ini masuk dalam daftar presiden terkorup abad XX oleh Stollen Asset Recovery (STAR).
"Kalau Golkar mengangkat nama Soeharto sebagai simbol pembangunan, tentu saja tidak memenuhi syarat pemberantasan korupsi yang menjadi bagian dari pembangunan," ujar Haris. "Dugaan saya, mereka tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan lagi. Mereka tidak tahu mau ngapain, tidak punya inovasi, akhirnya mengklaim 'sukses' di masa lalu." (Baca: Giliran Ical Klaim Dana Desa Rp 1 M Gagasan Golkar)
Pengamat dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan bahwa pemilihan simbol Soeharto dalam kampanye Aburizal tidak akan efektif. Pada Pemilu 2004, Siti Hardianti Rukmana yang merupakan putri Soeharto pernah mendirikan partai dan mengusung Soeharto sebagai simbol. "Toh, partai ini tidak menjadi besar.”
Ini membuktikan, kata Yunarto, pemilih tidak terpengaruh dengan jargon-jargon Orde Baru yang mengusung nama Soeharto. Justru, penggunaan jargon ini malah akan membangkitkan sentimen anti-Soeharto. "Jadi, ini strategi putus asa," katanya.
Yunarto menyarankan Aburizal berfokus pada janji pembangunan yang riil. "Misalnya ekonomi di atas 7 persen, implementasi program KB, swasembada pangan," katanya.
Sekretaris Umum Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar Rully Charis Azwar, mengklaim bahwa penggunaan jargon Soeharto dalam kampanye Aburizal terinsiprasi dari masyarakat. "Karena banyak aspirasi yang kami kumpulkan dari masyarakat saat Pak Aburizal road show," katanya.
Ical dan partainya, kata Rully, bukan ingin kembali ke Orde Baru. "Kami hanya ingin mengembalikan suasana Orde Baru pada zaman Pak Harto di mana mereka (masyarakat) merasa nyaman," katanya. Rully membantah pemilihan jargon karena keluarga Cendana merapat kembali ke Golkar. (Baca juga: Jokowi Nyapres, Ical: Masak Nggak Bisa Dikalahkan?)
FEBRIANA FIRDAUS
Baca juga:
Follow Akun Porno, Tifatul Sembiring Di-bully
Kenapa Akil Mochtar Sebut Jaksa Goblok?
Puing di Selat Malaka, Malaysia Airlines?